Sidang pembacaan putusan yang ditunda sampai delapan kali. Membuat Koalisi Ibukota melaporkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili perkara gugatan polusi udara atas dugaan pelanggaran kode etik ke Komisi Yudisial (KY).
“Hari ini disidang untuk penundaan saja ya untuk [disidangkan] minggu depan. Pelaporan etik juga sudah kita sampaikan di tanggal 27 [Agustus] kemarin,” ujar tim advokasi Koalisi Ibukota dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Ayu Eza Tiara, kepada CNNIndonesia.com, Kamis (9/9).
Selain itu, tim advokasi juga meminta KY untuk melakukan pemantauan kasus. “Jadi, karena penundaan berkali-kali, kita mengajukan pengaduan dugaan pelanggaran kode etik sama minta pemantauan kasus. Yang kita laporkan semua majelisnya,” tambah Ayu.
Dengan penundaan hari ini, sidang pembacaan putusan pun sudah ditunda untuk kedelapan kalinya. Sidang direncanakan akan kembali bergulir pada Kamis (16/9) pekan depan. Penundaan ini pun dinilai berpotensi malaadministrasi.
Sebab, hal itu tidak sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding pada 4 Lingkungan Peradilan.
Beberapa ketentuan yang diatur dalam SEMA dimaksud yakni penyelesaian perkara pada pengadilan tingkat pertama paling lambat dalam waktu 5 bulan. Ketentuan ini termasuk penyelesaian minutasi.
Ayu menambahkan, penundaan sidang pembacaan putusan turut berdampak pada pemenuhan hak warga atas udara bersih. Apalagi, putusan hakim belum tentu juga mengakomodasi tuntutan penggugat.
Di samping itu, situasi pandemi Covid-19 membuat udara bersih dan sehat menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan. Terutama bagi kelompok rentan.
“Karena apa? Karena orang yang terkena Covid-19, pascacovid-19, itu dia punya kerentanan terhadap paru-parunya sehingga ini sudah sangat urgent sekali pemenuhan hak atas udara bersih tersebut,” tutur Ayu beberapa waktu lalu.
Juru Bicara KY Miko Ginting belum memberikan respons terkait pelaporan etik ini. Gugatan warga negara terhadap polusi udara Jakarta didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 Juli 2019.
Tujuh pejabat negara dinilai tidak menanggapi dan membahas tuntutan 32 warga negara yang telah mengirimkan notifikasi sejak 5 Desember 2018 silam.
Pejabat dimaksud yakni Presiden RI Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Banten (turut tergugat I), dan Gubernur Jawa Barat (turut tergugat II). (sumber-cnnindonesia.com)