Ekonom Indonesia Sebut Kritik AS terhadap QRIS Tak Berdasar

Ekonom Indonesia Sebut Kritik AS terhadap QRIS Tak Berdasar - Image Caption
News24xx.com - Indonesia tidak boleh tunduk pada tekanan AS atas sistem pembayaran digital nasionalnya, kata seorang ekonom pada hari Kamis, menyusul kritik Amerika terhadap kebijakan yang membatasi kepemilikan dan kendali asing dalam jaringan pembayaran domestik.
Piter Abdullah Redjalam, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, mengatakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) Indonesia merupakan representasi dari kemandirian finansial dan kedaulatan digital negara ini. Kritik AS, katanya, bukan berdasar pada keinginan untuk berpartisipasi, melainkan ketidakpuasan atas pembatasan kepemilikan asing dalam infrastruktur pembayaran negara ini.
"Kritik AS bukan soal bergabung dengan QRIS. Melainkan soal pembatasan kepemilikan asing dan hak suara di lembaga pembayaran nasional, yang menggerogoti dominasi mereka yang sudah berlangsung lama melalui Visa dan Mastercard," kata Piter dalam program Investor Market Today yang disiarkan melalui kanal YouTube Beritasatu pada Kamis.
Dalam Laporan Estimasi Perdagangan Nasional 2024 tentang Hambatan Perdagangan Luar Negeri, AS menandai QRIS dan GPN Indonesia sebagai hambatan perdagangan potensial, yang memicu kekhawatiran di kalangan pejabat di Jakarta. Namun, Piter mendesak pemerintah untuk tetap teguh pada pendiriannya dan tidak menyerahkan kendali atas sistem keuangan domestik di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan.
"Jangan goyah hanya karena kritik AS. Inilah saatnya kita memperkuat sistem kita. Kita sudah lebih maju dari banyak negara dalam membangun ekosistem pembayaran nasional yang inklusif dan berdaulat," katanya.
QRIS dan GPN, keduanya inisiatif dari Bank Indonesia, telah membantu memodernisasi dan menyederhanakan lanskap pembayaran digital negara ini. Namun, kekhawatiran Washington, kata Piter, mencerminkan keresahan yang lebih luas terhadap upaya Indonesia untuk mengurangi pengaruh asing dalam sistem keuangannya.
Bank Sentral mengatakan terbuka untuk bekerja sama dengan negara mana pun, termasuk Amerika Serikat, terkait QRIS dan teknologi pembayaran cepat lainnya.
Negosiasi dengan mitra internasional tetap penting, ia mengakui, tetapi prinsip-prinsip inti tidak boleh dikompromikan. "Kita dapat bernegosiasi, tetapi kedaulatan dan kemerdekaan tidak dapat dinegosiasikan," katanya.
Kendati AS merupakan mitra dagang utama, Piter mengatakan Indonesia tidak semata-mata bergantung pada Washington. Hubungan dagang yang kuat dengan Tiongkok, ASEAN, dan Timur Tengah menawarkan jalur alternatif untuk memperluas pasar ekspor dan meningkatkan daya saing.
“Dalam perundingan global, Indonesia tidak boleh bertindak inferior,” katanya. “Tim perunding kita harus dibekali dengan data yang solid, pemahaman yang mendalam, dan keberanian untuk mempertahankan prinsip-prinsip kita.”
"Kita bukan negara kecil yang bisa diinjak-injak. Kalau tidak ada jalan tengah, kita harus siap berdiri teguh, demi martabat bangsa kita," pungkas Piter. ***