Polisi Ungkap Motif Mengerikan di Balik Grup FB Fantasi Sedarah yang Dikelola MR, Ini Dua Tujuan Utamanya

Polisi Ungkap Motif Mengerikan di Balik Grup FB Fantasi Sedarah yang Dikelola MR, Ini Dua Tujuan Utamanya - Image Caption


News24xx.com -  Fenomena grup Facebook bernama Fantasi Sedarah telah memicu kegemparan di tengah masyarakat Indonesia. Grup ini diketahui menyebarkan konten bermuatan asusila, termasuk yang mengeksploitasi anak di bawah umur. Salah satu tersangka utama, pria berinisial MR, berhasil diamankan dan mengungkap dua motif utama di balik pembentukan grup tersebut.

Awal Mula Ditemukannya Grup Fantasi Sedarah

Pada awal Mei 2025, publik Indonesia dikejutkan oleh keberadaan sebuah grup Facebook bernama Fantasi Sedarah.

Grup ini mengklaim sebagai tempat berbagi "fantasi dewasa", namun konten yang tersebar di dalamnya terbukti mengandung muatan pornografi dan eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur.

Dalam waktu singkat, informasi mengenai grup ini menyebar di berbagai platform media sosial dan memicu kecaman luas.

Desakan masyarakat terhadap aparat penegak hukum pun menguat. Banyak warganet yang melaporkan grup ini ke otoritas berwenang, serta mendesak dilakukan investigasi menyeluruh untuk membongkar siapa saja pihak yang terlibat.

Menanggapi keresahan publik, kepolisian bergerak cepat. Dalam kurun waktu kurang dari dua minggu, enam orang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk MR yang berperan sebagai admin dan pembuat grup tersebut.

MR berhasil diamankan oleh aparat di wilayah Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Jawa Barat, pada 19 Mei 2025.

Dari hasil penyidikan awal, ditemukan ratusan file digital berupa foto dan video bermuatan pornografi dalam perangkat ponsel milik MR. Data tersebut menjadi bukti penting yang memperkuat dakwaan.

Pengakuan MR: Dua Motif Utama Pembentukan Grup

Dalam proses pemeriksaan, MR menyatakan bahwa ia membentuk grup Fantasi Sedarah pada Agustus 2024. Terdapat dua motif utama yang mendorongnya melakukan tindakan melawan hukum tersebut:

  • Kepuasan Pribadi:

MR mengakui bahwa salah satu alasan utama ia membuat grup ini adalah untuk memenuhi dorongan seksual pribadi yang menyimpang. Grup tersebut menjadi wadah baginya untuk menyalurkan fantasi asusila bersama individu lain yang memiliki kecenderungan serupa.

  • Distribusi Konten Asusila:

Selain sebagai ruang kepuasan pribadi, MR juga menjadikan grup ini sebagai tempat berbagi dan memperjualbelikan konten asusila. Beberapa di antara anggota grup diketahui menjual materi eksplisit, termasuk yang melibatkan anak-anak, demi keuntungan ekonomi.

Motif Beragam Tersangka Lainnya

Penyidik juga menemukan bahwa para tersangka lain yang terlibat dalam kasus ini memiliki motif yang beragam. Sebagian besar di antaranya memanfaatkan grup tersebut untuk mendapatkan uang melalui penjualan konten tidak senonoh.

Bahkan ditemukan beberapa transaksi digital yang melibatkan pembeli dari luar negeri, menunjukkan bahwa distribusi konten ini telah menembus batas nasional.

Tinjauan Hukum dan Ancaman Pidana

Tindakan yang dilakukan oleh MR dan para tersangka lainnya jelas melanggar berbagai pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ancaman hukuman untuk pelanggaran terhadap:

  • Pasal 27 ayat (1) UU ITE: Penyebaran konten bermuatan asusila bisa dikenakan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
  • Pasal 81 dan 82 UU Perlindungan Anak: Terlibat dalam eksploitasi seksual anak bisa dikenai pidana penjara hingga 15 tahun.
  • UU Pornografi No. 44 Tahun 2008: Setiap orang yang memproduksi atau menyebarkan pornografi dapat dikenakan pidana penjara maksimal 12 tahun.

Viralnya kasus grup Fantasi Sedarah menimbulkan gelombang kekhawatiran di tengah masyarakat. Banyak pihak yang menyuarakan keprihatinan terhadap semakin maraknya kejahatan siber yang melibatkan eksploitasi seksual.

Para orang tua pun merasa perlu meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas daring anak-anak mereka. Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan LSM perlindungan anak juga mendorong pemerintah untuk melakukan edukasi literasi digital dan memperketat pengawasan terhadap konten daring.

Pentingnya Literasi Digital dan Pencegahan

Kasus ini memperlihatkan betapa pentingnya literasi digital di era internet terbuka. Kejahatan berbasis dunia maya kini tak hanya menyasar ranah ekonomi, namun juga merambah aspek psikologis dan moral, terutama yang melibatkan anak-anak.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), telah menanggapi kasus ini dengan menyatakan akan terus memblokir situs atau grup daring yang mengandung muatan asusila. Namun, langkah represif saja tidak cukup tanpa adanya pendekatan edukatif yang melibatkan keluarga, sekolah, dan komunitas lokal.

Kasus MR dan grup Fantasi Sedarah merupakan pengingat bahwa dunia maya dapat menjadi ladang subur bagi kejahatan terselubung jika tidak diawasi dengan ketat.

Upaya pengungkapan dan penindakan ini perlu diapresiasi sebagai bentuk perlindungan terhadap anak-anak, yang merupakan kelompok paling rentan dalam ekosistem digital.

Kepuasan pribadi tidak dapat dijadikan alasan untuk melanggar hukum, apalagi jika melibatkan eksploitasi anak. Kini, harapan publik adalah agar proses hukum terhadap MR dan para tersangka lainnya berjalan transparan dan memberikan efek jera. ***