Pengelolaan Tiket Kapal Tradisional Rute Kali Adem ke Kepulauan Seribu Dipertanyakan

Pengelolaan Tiket Kapal Tradisional Rute Kali Adem ke Kepulauan Seribu Dipertanyakan - Image Caption
News24xx.com - Praktik pengelolaan tiket kapal tradisional pada rute Kali Adem – Kepulauan Seribu kini menjadi sorotan tajam. Sejumlah laporan menyebutkan adanya ketidaksesuaian izin usaha, hambatan administratif, hingga dugaan pemaksaan terhadap pemilik kapal. Ketidaktransparanan dalam operasional sistem ini menimbulkan keresahan di kalangan pelaku usaha transportasi laut serta warga yang menggantungkan hidup pada jalur laut tersebut.
Sorotan mengarah ke PT. Samudra Sumber Artha (SSA), operator yang disebut-sebut mengelola sistem penjualan tiket kapal tradisional di Pelabuhan Kali Adem. Berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, perusahaan ini terindikasi masih beroperasi walau izin SIUPAL (Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut) mereka telah kedaluwarsa sejak 23 Agustus 2024.
Ironisnya, meskipun izin usaha tak lagi berlaku, SSA diduga tetap memonopoli sistem tiket serta diduga menunda pengurusan dokumen kapal bagi pemilik kapal tradisional, meskipun pembayaran telah dilakukan.
Pelabuhan Kali Adem di Muara Angke merupakan jalur vital yang menghubungkan daratan Jakarta dengan pulau-pulau di Kepulauan Seribu. Tiket kapal tradisional dengan tarif yang telah ditetapkan—seperti rute Kali Adem ke Pulau Untung Jawa dan Pulau Pari seharga Rp 44.000, serta ke Pulau Pramuka Rp 54.000—dikelola oleh SSA. Namun, pengelolaan tiket ini kini justru menjadi sumber keluhan.
Sejumlah pemilik kapal mengungkapkan adanya dugaan intimidasi oleh pihak SSA. Seorang pemilik kapal yang meminta identitasnya dirahasiakan menyatakan bahwa pengurusan dokumen kapal kerap dipersulit jika mereka tidak mengikuti “ketentuan” yang diberlakukan SSA.
“Ada intimidasi, karena faktanya saat kita tidak mengikuti keinginan mereka, maka kita dipersulit seperti perpanjang SIB karena pihak KSOP tidak mau memberi izin kalau tidak ada rekomendasi dari SSA,” ujarnya.
Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa sistem pengelolaan tiket tak hanya mengganggu kebebasan operator kapal, tetapi juga menyalahi prinsip-prinsip transparansi pelayanan publik.
1831 Perusahaan Angkutan Laut Dievaluasi
Menurut data Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, setidaknya 1831 perusahaan angkutan laut nasional telah dievaluasi terkait kepatuhan terhadap regulasi SIUPAL/SIOPSUS. Salah satunya adalah SSA.
Melalui Surat Peringatan Ketiga, pihak kementerian mengingatkan perusahaan-perusahaan pemilik izin agar segera memenuhi kewajiban administratif. Bila dalam waktu 30 hari sejak diterbitkannya surat peringatan mereka tidak melakukan endorsement izin usaha, maka perusahaan bersangkutan dapat dikenai sanksi pembekuan hingga pencabutan izin.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Hartanto, dalam pernyataan tertulisnya menegaskan bahwa keselamatan pelayaran tidak bisa ditawar. Ia menekankan bahwa kepatuhan terhadap legalitas izin adalah langkah penting untuk menjamin transportasi laut yang aman dan akuntabel.
Kepala Pelabuhan Muara Angke, Ahmad Gozali, mengonfirmasi bahwa isu legalitas izin SSA telah dibahas dalam forum koordinasi yang melibatkan pihak KSOP Kelas IV Muara Angke, UPPD 1, dan SSA.
“Sudah diarahkan oleh KSOP agar PT SSA segera memperpanjang SIUPAL. Untuk penegakan hukum memang dari KSOP terkait perizinan. Terkait perizinan seperti izin berlayar dari KSOP,” terang Gozali.
Ia juga menyebutkan bahwa informasi terakhir yang diterimanya menyebut PT SSA telah mengurus perpanjangan izin, meski belum dapat dikonfirmasi sepenuhnya. “Kami akan cek kembali ke SSA untuk memastikan itu,” tambahnya.
Desakan Penegakan Hukum dan Reformasi Sistem
Situasi ini menunjukkan bahwa masih banyak celah dalam pengawasan dan pengelolaan transportasi laut berbasis tradisional di Jakarta.
Para pemilik kapal dan warga Kepulauan Seribu mendesak pihak berwenang—termasuk UPPD 1, KSOP, bahkan kepolisian—untuk turun tangan menyelidiki dugaan praktik monopoli, pemerasan, dan intimidasi yang selama ini terjadi.
Mereka berharap reformasi sistem pengelolaan tiket segera dilakukan demi menjaga integritas transportasi publik serta memastikan hak-hak pelaku usaha lokal tidak dilanggar oleh praktik oligopoli terselubung. ***