Dalam Pencegahan Kasus Bunuh Diri, Kemenkes Tekankan Pentingnya Peran Media Massa dan Media Sosial

Dalam Pencegahan Kasus Bunuh Diri, Kemenkes Tekankan Pentingnya Peran Media Massa dan Media Sosial - Image Caption


News24xx.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menekankan pentingnya peran Media Massa serta Media Sosial dalam pencegahan kasus bunuh diri  melalui pemberitaan yang positif. Sebab menurut Direktur Pelayanan Kesehatan Rentan Kemenkes, Imran Pambudi, pemberitaan yang keliru  berpotensi menimbulkan efek penularan yang sangat berbahaya.

“Salah satu pilar pencegahan mengakhiri hidup adalah bagaimana kita bisa memberitakan yang positif. Media jangan sampai memberitakan peristiwa bunuh diri yang justru mendorong orang lain untuk mencontoh kasus serupa,” katanya dalam Workshop Upaya Pencegahan Bunuh Diri melalui Pemberitaan Bertanggungjawab di Media Massa dan Media Sosial di Jakarta, Rabu (10/09/2025).

Menurut Imran, Dewan Pers sebenarnya telah memiliki pedoman pemberitaan kasus bunuh diri ini. Hal ini bertujuan melindungi masyarakat dari risiko imitasi.

“Sebenarnya sudah ada aturan dari Dewan Pers bagaimana kasus mengakhiri hidup seharusnya diberitakan. Tujuannya jelas, supaya jangan sampai pemberitaan itu justru membuat kasus serupa terjadi lagi,” ujarnya.

Ia mengingatkan, bahwa ada sejumlah kasus di masa lalu yang menunjukkan bagaimana pemberitaan dapat memicu kejadian serupa di daerah lain. Karena itu, Kemenkes mendorong peran media untuk menonjolkan sisi positif dari orang-orang yang berhasil melewati masa sulit tanpa memilih jalan bunuh diri.

“Kita pernah melihat di tahun 2018, ada kejadian di Palembang, lalu dua atau tiga hari kemudian muncul kasus serupa di Medan. Seharusnya yang perlu ditonjolkan adalah kisah para survivor, banyak orang mengalami masalah berat, tapi mereka tidak menyerah dan tidak memilih bunuh diri,” ujar Imran.

Peningkatan Kasus

Sementara data kasus bunuh diri yang tercatat setiap tahun relatif meningkat. Menurut data kepolisian, di 2024 terjadi peningkatan jumlah kasus bunuh diri sebanyak 100 jiwa, dibandingkan tahun sebelumnya.

“Pada 2024 terjadi peningkatan sebanyak 100 kasus bunuh diri di Indonesia, dibandingkan dengan tahun 2023, semoga trennya nggak naik terus, dan kasus bunuh diri di 2024 paling banyak ada di Jawa Tengah, 478 kasus dalam waktu setahun,” ungkapnya.

Imran mengaku heran lantaran Jawa Tengah bukan merupakan wilayah padat penduduk. Insiden kasus tidak sejalan dengan banyaknya jumlah populasi di sejumlah wilayah. Pemerintah perlu menganalisis dugaan di balik tingginya kasus bunuh diri di Jawa Tengah.

“Kasus di Jawa Tengah dua kali lebih banyak dari Jawa Timur, padahal penduduknya lebih banyak Jawa Timur. Kalau dibandingkan Jawa Barat, Jabar lebih sedikit lagi 72 kasus, padahal penduduknya paling banyak seprovinsi di Indonesia,” tutur dia.

Oleh karena itu Imran mengingatkan masyarakat untuk bijak menyikapi pemberitaan bunuh diri di media sosial. Termasuk untuk tidak ikut menyebarkan informasi detail dan pribadi korban.

“1 kasus bunuh diri akan membawa dampak kepada sekitar 35 orang, bisa keluarganya, bisa penolongnya, penolongnya juga stres, teman-temannya juga bisa merasa bersalah, ikut melukai diri, ikut mengakhiri hidup,” jelasnya.

“Cukup banyak dan akhirnya dari orang-orang ini menjadi permasalahan mental juga dia harus butuh konseling dan lain-lain, jadi upayakan pemberitaan ini tidak berdampak yang lebih besar keinginan bunuh diri ke orang lain,” tutup Imran. ***