Kejari Kuningan Tegaskan Transaksi Jual Beli Tanah Harus Sesuai Ketentuan Hukum

Kejari Kuningan Tegaskan Transaksi Jual Beli Tanah Harus Sesuai Ketentuan Hukum - Image Caption


News24xx.com -  Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuningan, Jawa Barat, melalui Humas Wawan Gusmawan menegaskan proses transaksi jual beli aset terlebih lagi tentang tanah (lahan), harus mengedepankan keabsahan mengikuti ketentuan hukum yang berlaku.

Untuk memperoleh perlindungan hukum tertinggi, maka proses jual beli tanah seharusnya dibuatkan akta jual beli (AJB) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), bisa notaris ataupun camat, sehingga bisa dilakukan balik nama sertifikat atas tanah atau lahan dimaksud.

Hal tersebut diungkapkan Wawan, Rabu (24/9/2025), melalui sambungan WhatsApp (WA), sebagai bentuk sosialisasi pihaknya (kejaksaan-red) terhadap masyarakat, dengan tujuan memberikan pengetahuan serta pemahaman agar tidak lagi menggampangkan proses transaksi jual beli tanah.

“Masyarakat harus mengetahui proses yang sebenarnya menurut hukum dalam melakukan transaksi jual beli tanah,”ujar pria yang bertugas pada bidang intelijen Kejari Kuningan ini.

Dijelaskannya, yang dapat dikatakan alas hak milik itu bisa berupa Sertifikat Hak Milik (SHM), girik, akta jual beli dan surat keterangan tanah (SKT). “Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) itu bukanlah alas hak tanah yang bisa dijadikan dasar terjadinya transaksi jual beli,” terangnya.

Hal ini perlu disampaikan kepada masyarakat, karena ketidaktahuan akan hukum bukan alasan pembenar untuk dimaafkan. Dipertegas Wawan, salah satu istilah dalam hukum mengenal prinsip ignorantia juris non excusat yang memberi artian ‘ketidaktahuan akan hukum tidak dapat dimaafkan’. “Seseorang yang melakukan pelanggaran hukum, meskipun tidak disengaja atau karena tidak tahu tetap harus menerima konsekuensinya.

Lebih jauh Humas Kejari Kuningan ini memberikan contoh agar masyarakat lebih berhati-hati dalam urusan transaksi jual-beli tanah. “Dalam satu peristiwa jual-beli tanah (tidak sah), meskipun para pembeli dinilai sebagai korban karena ketidaktahuan, maka jika terbukti bersalah tidak bisa dimaafkan,” katanya memberikan contoh. ***