9 Warga Sipil Ledakan Amunisi di Garut Tewas di Lokasi Bukan Karena Melawan TNI? Ini Klarifikasi Mengejutkan Anak Korban Terungkap ke KDM

9 Warga Sipil Ledakan Amunisi di Garut Tewas di Lokasi Bukan Karena Melawan TNI? Ini Klarifikasi Mengejutkan Anak Korban Terungkap ke KDM - Image Caption


News24xx.com -   Tragedi ledakan amunisi yang terjadi di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Garut, pada Senin, 13 Mei 2025, telah menewaskan sembilan warga sipil dan menyisakan luka mendalam di hati keluarga korban serta masyarakat Indonesia secara luas.

Peristiwa yang terjadi sekitar pukul 09.30 WIB tersebut semula dikabarkan sebagai kecelakaan yang tak melibatkan warga sipil.

Namun, seiring beredarnya informasi di media sosial dan rekaman video amatir dari lokasi kejadian, muncul berbagai spekulasi kontroversial.

Ledakan Amunisi yang Menjadi Sorotan Nasional

Kejadian ini bukan semata kecelakaan biasa. Ledakan terjadi saat amunisi dalam jumlah besar yang belum dimusnahkan meledak di sebuah lokasi yang disebut sebagai tempat pembersihan atau pemusnahan barang militer. Proses ini diduga tidak diisolasi dengan aman sehingga warga sipil bisa berada di dekat lokasi kejadian.

Video-video dari tempat kejadian yang tersebar luas di media sosial memperlihatkan kobaran api dan ledakan bertubi-tubi, disertai jeritan dan kepanikan warga. Publik pun bertanya: Mengapa warga sipil bisa berada di lokasi yang seharusnya steril dan berbahaya?

Spekulasi: Antara Kesalahan Prosedur dan Dugaan Melawan TNI

Sejumlah akun di media sosial bahkan menuding bahwa beberapa warga berada di lokasi ledakan bukan tanpa sengaja, melainkan karena ingin mengambil barang-barang sisa ledakan, seperti logam bekas yang memiliki nilai jual. Bahkan, ada tuduhan bahwa warga sipil melawan larangan aparat TNI yang menjaga lokasi.

Tudingan ini sontak menambah luka bagi keluarga korban. Mereka harus kehilangan orang terkasih, sekaligus menghadapi fitnah dan stigma yang memperburuk situasi.

Klarifikasi Resmi dari Anak-anak Korban

Dalam suasana duka dan tekanan publik yang tinggi, akhirnya anak-anak korban ledakan angkat bicara dan menyampaikan klarifikasi melalui tayangan video yang diunggah oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, di akun Instagram pribadinya @dedimulyadi71.

“Bapak saya di situ bukan seperti yang orang-orang pikirkan. Bapak saya bukan mulung, bapak saya di situ kerja sama tentara,” tegas salah satu anak korban.

Mereka membantah tuduhan bahwa ayah mereka bertindak melanggar aturan atau memulung barang berbahaya. Sebaliknya, mereka menjelaskan bahwa keberadaan ayah mereka di lokasi adalah karena pekerjaan, yakni sebagai mitra kerja TNI dalam proses pemusnahan amunisi.

Menurut keterangan yang disampaikan anak-anak korban, ayah mereka telah bekerja secara resmi membantu TNI dalam beberapa operasi logistik dan teknis. Hal ini memperkuat klaim bahwa korban tidak hadir secara ilegal atau dengan niat melanggar hukum.


Namun demikian, pihak TNI sendiri belum memberikan klarifikasi publik secara utuh mengenai keterlibatan resmi atau informal masyarakat sipil dalam operasi pemusnahan amunisi tersebut.

Dedi Mulyadi: Janji Moral untuk Anak-anak Korban
Dedi Mulyadi, yang menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat sejak 2024, menunjukkan respons cepat terhadap tragedi ini.

Ia menemui langsung keluarga korban dan menyampaikan belasungkawa serta komitmen untuk menjamin masa depan pendidikan anak-anak korban.

“Saya akan tanggung jawab penuh atas pendidikan mereka, dari SD sampai kuliah. Itu janji saya,” ujar Dedi dalam video yang kini sudah ditonton lebih dari satu juta kali.

Pernyataan ini disambut haru oleh keluarga korban dan netizen yang menilai langkah tersebut sebagai bentuk empati nyata dari pemerintah daerah.

Masyarakat Indonesia, yang selama ini terbiasa dengan narasi konflik sipil-militer, kini mendapatkan sisi lain dari tragedi Garut.

Di tengah polemik dan kabar simpang siur, suara jernih dari keluarga korban membuka harapan untuk pemulihan dan keadilan.

Salah satu tokoh masyarakat Garut, Ustaz Endang, menyampaikan:

“Tragedi ini jangan dijadikan ajang saling menyalahkan. Kita harus bantu anak-anak korban yang masih kecil agar bisa sekolah tinggi dan tidak trauma selamanya.” ***